Tanjung Keluang

Setelah dari Tanjung Puting kami kembali ke Kumai dan menginap di Pangkalan Bun, sebelum keesokan paginya melanjutkan jalan-jalan ke Tanjung Keluang. Untuk beberapa paket tur Tanjung Puting, biasanya tur Tanjung Keluang ini masuk dalam itinerary. 
Memang ini bukan waktu ideal untuk sebuah trip ke pantai di wilayah yang sedang dilanda kabut asap cukup parah. Tapi karena tidak setiap hari atau setiap bulan kami ada di kota ini, jadi sebisa mungkin kami manfaatkan waktu dan menikmati apa saja yang ada.

Untuk mencapai tempat tujuan ini pertama kita harus berkendara menuju pantai Kubu, masih dalam gugusan daerah Kumai. Oh iya, sebetulnya pelabuhan Kumai tempat bersandar kapal penumpang besar ke Jawa dan pulau lain ataupun dermaga tempat sandar kapal klotok ke Tanjung Puting bukanlah terletak di tepi laut, melainkan di tepi sungai. Tapi memang sungai di Kalimantan sangat lebar dan dalam sampai-sampai kapal besarpun bisa berlabuh, apalagi area pelabuhan ini masih terletak dekat dengan muara sungai ke teluk Kumai.

Dari pantai Kubu yang pagi itu masih diselimuti kabut asap, dengan memakai masker kami berjalan mencari perahu yang siap membawa kami ke daratan di seberang, yaitu tanjung Keluang. Pantai nampak sepi dan banyak perahu tertambat. Apa lagi sebabnya kalau bukan kabut asap. Memang musibah ini tidak hanya menimbulkan kerusakan dan penyakit, tapi juga krisis ekonomi bagi mereka yang menjadikan wisata di daerah sebagai mata pencahariannya.

Setelah bertemu seorang pemilik perahu dan tawar menawar, akhirnya kami naik ke perahu yang bisa menampung sekitar 10 orang ini. Harga sewa perahu Rp 150.000. Mungkin kalau sedang ramai harganya akan lebih mahal. Penyeberangan ke Tanjung Keluang cukup ditempuh dalam 20 menit.

siap menyeberang (perahu di pantai Kubu)
Tanjung Keluang memang terlihat seperti pulau yang terpisah dari pulau induk Kalimantan. Namun kami lihat dari GPS yang selalu dibawa-bawa suami saya, ternyata merupakan satu daratan dengan Kalimantan, berupa Tanjung sempit memanjang di perairan teluk Kumai. Jarak pandang saat itu hanya sekitar 1 km karena asap. Tapi nelayan yang sudah punya insting di wilayah periran ini tidak khawatir salah arah atau nyasar meskipun tanpa gps.

Di kejauhan kami lihat daratan dan dermaga yang berwarna abu-abu. Kalau cari foto tanjung Keluang di google akan didapat gambar yang berbeda dengan yang kami lihat saat itu. Biasanya dari sini terlihat air laut biru jernih, hamparan pasir putih, cemara hijau, dan langit biru membaur dengan indahnya, tapi ini hanya terlihat abu-abu. Bagaikan nonton film dari TV hitam-putih jaman dulu :(

dermaga tanjung keluang


gerbang tanjung keluang

pantai indah jadi kelabu
Di sini kami disambut ramah seorang petugas yang memberikan tiket masuk seharga Rp 7,500 per orang. Saat itu hanya keluarga kami yang mengunjungi taman wisata ini. Meskipun terselimuti asap yang semakin siang semakin menipis, kami tetap bisa melihat keindahan tempat yang masih alami ini. Salah satu kegiatan di sini biasanya adalah melepas tukik penyu ke laut, mungkin saat sedang ramai dan ada tukik nya. Sementara saat itu kami hanya bisa melihat penyu di dalam ruang penangkaran. Selain penyu sisik, kami juga menjumpai anak buaya di penangkaran ini.


penyu sisik
buaya
Di pantai yang jernih kita bisa melihat banyak ikan dan ubur-ubur. Sebaiknya memang tidak berenang di pantai ini meskipun terlihat jernih menggoda dan tidak ada ombak, karena sengatan ubur-ubur tersebut bisa berbahaya.

Bila tidak sedang kabut asap, tempat ini cukup recommended untuk dikunjungi. Selain keindahannya, juga banyak aktifitas yang bisa dilakukan. Setelah kembali dari tanjung keluang kamipun kembali ke pantai kubu dan beristirahat sebentar untuk menikmati es kelapa muda segar yang banyak dijual di sepanjang pantai sambil melihat warga lokal yang menikmati pemandangan di pantai ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MM UGM Jakarta

Taman Nasional Tanjung Puting