Berharap Pemimpin Daerah dengan Visi Lingkungan Hidup

Tidak lama lagi, di tahun 2015 di seluruh wilayah Indonesia akan diadakan pemilihan kepala daerah atau Pilkada serentak. Sebuah sistem pemilihan baru karen sebelumnya pilkada diselenggarakan dengan jadwal berbeda-beda di setiap daerah, yaitu daerah tingkat satu dan tingkat dua.
Sebelum mulainya Pilkada, seperti biasa akan dilaksanakan kampanye oleh para calon pemimpin daerah untuk menjaring pemilihnya. Media masa tentu akan kebanjiran liputan seputar kegiatan kampanye mulai aktivitas kampanye lapangan, debat calon, survey dan prediksi suara, sampai berbagai isu hangat yang mewarnai masa-masa tersebut. Jalanan juga akan dipenuhi baliho, foto calon, dan spanduk alat peraga kampanye.
Berkaitan dengan akan datangnya pilkada, muncul masalah yang sekarang sedang terjadi dan sangat mengganggu di beberapa wilayah Indonesia yaitu kabut asap karena pembakaran hutan seperti di wilayah Kalimantan, Riau, dan Jambi. Masalah ini tidak hanya merugikan situasi nasional tetapi juga kawasan regional karena asap yang sudah menjalar ke negara tetangga yaitu Singapura dan Malaysia.
Masalah ini bukan pertama kali terjadi dan seolah menjadi acara rutin tahunan yang tidak berkesudahan. Pemerintah sudah melakukan berbagai upaya responsif, namun kejadian yang terulang terus, ditambah adanya berbagai isu politis dibalik kelanggengan para pelaku usaha pembakar hutan membuat rakyat bertanya-tanya, apakah memang sudah ada usaha nyata yang serius dari pemerintah dalam penyelamatan hutan ini? Mungkin ini hanya salah satu dampak ketidakpedulian rakyat dan pemerintah secara luas terhadap lingkungan hidup. Ini sangat penting karena masalah kerusakan lingkungan hidup juga sangat merugikan pelaku bisnis yang pada akhirnya juga akan merugikan masyarakat secara ekonomi.
Karena itu penulis menaruh harapan dalam pilkada serentak nanti, dapat menemukan para calon pemimpin daerah  yang mengusung visi dan program berorientasi kelestarian lingkungan hidup. Kesadaran untuk menjaga lingkungan memang harus dimulai dari elemen masyarakat terkecil yaitu individu, kemudian kelompok atau komunitas. Oleh karena itu kebijakan dan penegakan hukum terkait lingkungan hidup akan lebih baik bila dimulai dari tingkat pemerintah daerah. Hal ini juga mendorong penyelarasan upaya pelestarian lingkungan berdasar kearifan lokal dan kondisi geografis yang unik di setiap daerah serta pengawasan yang lebih dekat terhadap masyarakat, yang dimungkinkan untuk dilakukan oleh pemerintah daerah daripada menggantungkan pada pemerintah pusat.
 1.      ANALISISIndonesia adalah negara kaya dan sangat diberkahi dengan karunia dari alam mulai dari sumber daya dari dalam bumi, dari dalam laut, kesuburan tanah, iklim tropis yang menguntungkan bagi beberapa komoditas pertanian, gunung berapi yang menambah kekayaan geologi dan menambah kesuburan, dan bonus keindahan alam yang mempesona. Kekayaan alam ini bahkan menjadi magnet bagi bangsa lain sejak era kolonialisme sehingga Indonesia menjadi negara jajahan, sampai era modern sekarang ini di mana banyak negara berusaha menikmati kekayanan alam Indonesia dengan model neo-imperialisme nya. Terlepas adanya tekanan untuk kepentingan asing, kekayaan alam ini merupakan modal untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Namun sangat ironis modal besar yang dimiliki bangsa ini selama ini terus dieksploitasi atas nama kemakmuran ekonomi tanpa memperhitungkan kelestariannya.
Pemerintah memang telah memiliki kementrian di bidang lingkungan hidup sejak masa order baru. Ini menunjukkan bahwa negara juga melihat pentingnya pengelolaan lingkungan hidup untuk kepentingan nasional. Namun apa artinya kelembagaan tanpa dukungan visi pemimpin dan penegakan hukum agar kita benar-benar bisa memanfaatkan dan menjaga lingkungan hidup sebagai salah satu pilar kemandirian dan kemajuan negara dan bangsa? Pemikiran seperti ini timbul karena seolah masalah lingkungan hanya menjadi sorotan ketika timbul isu yang mengarah pada bencana. Sementara upaya penjagaan yang serius tidak nampak, melainkan sebatas slogan dan program pencitraan. Pemimpin yang visioner dan peduli diharapkan tidak hanya memberikan kebijakan terbaik untuk lingkungan pada masa pemerintahannya saja, tetapi juga mewariskannya pada masa pemimpin yang selanjutnya, sehingga tidak saling menuding antar masa kepemimpinan ketika terjadi musibah, sementara rakyat yang terkena sudah menderita.
Isu lingkungan memang sepertinya bukan trending topic dan masalah yang menjadi perhatian di kalangan masyarakat Indonesia. Meskipun upaya menjaga lingkungan hidup sering disosialisasikan ke kalangan pelajar dan mahasiswa, namun kesadaran mereka masih rendah karena mungkin sikap menjaga lingkungan belum menjadi budaya. Ini bisa jadi juga karena minimnya keteladanan dari orang tua, guru, dan pemimpin. Atau berkorelasi dengan tingkat pendidikan masyarakat secara luas yang masih relatif rendah. Lebih besar lagi pada lingkup perusahaan atau pelaku bisnis, peraturan terkait lingkungan seperti pembukaan lahan, ijin pendirian bangunan, pengolahan limbah dan peraturan lain dipandang kontraproduktif terhadap kemajuan usahanya.
Saat ini Indonesia sedang menghadapi darurat bencana kebakaran hutan. Bagi mereka yang tinggal atau sedang bepergian ke daerah-daerah yang terselimuti kabut asap, hal ini tentu menjadi situasi yang sangat mengganggu bahkan menimbulkan penderitaan karena munculnya berbagai penyakit, matinya aktifitas seperti sekolah dan aktifitas di luar rumah. Masyarakat sudah mulai bereaksi dengan melakukan demonstrasi. Hanya aksi demosntrasi yang mungkin bisa dilakukan mereka yang sudah bertahun-tahun menderita karena masalah tersebut. Pemerintah daerah saat ini juga lebih banyak bergantung dan mengandalkan upaya responsif dari pemerintah pusat entah dengan alasan keterbatasan sumber daya atau dana, padahal daerah dengan adanya aturan otonomi daerah juga menikmati pendapatan dari pelaku usaha yang mungkin terlibat dalam pembakaran hutan tersebut.
 Kerugian secara ekonomi atas bencana kabut asap ini bila ditotal mencapai trilyunan. Masalah ini berimbas langsung pada bisnis transportasi terutama transportasi udara yang harus membatalkan banyak penerbangan dari dan ke daerah bendana. Pengiriman barang seperti hasil perkebunan sawit juga terkendala akibat masalah ini yang juga menyebabkan kerugian. Belum lagi bila memperhitungkan kerugian materi akibat gangguan kesehatan masyarakat yang menjadi korban, dan kerugian non-materi karena terhentinya berbagai aktifita sosial dan pendidikan. Efek ini semakin diperparah karena imbas yang sudah menjalar ke negeri tetangga sehingga memberikan tekanan pada Indonesia, memunculkan sentimen yang mungkin akan mempengaruhi kebijakan ekonomi seperti investasi dari negara tersebut, dan memperburuk citra pemerintah Indonesia. Dalam waktu singkat industri pariwisata juga terkena imbasnya karena banyaknya wisatawan mengurungkan niatnya untuk datang ke Indonesia.
Dalam kampanye pemilihan presiden pada tahun 2013 lalu, tidak nampak calon yang mengusung isu lingkungan hidup sebagai visi atau programnya. Menurut salah satu aktivis lingkungan hidup yang melayangkan pertanyaan terkait program lingkungan hidup melalui akun trwitter calon presiden waktu itu, tidak ada yang merespon pertanyaan tersebut. Dalam debat calon legislatif DPR RI di salah satu stasiun televisi juga dilayangkan pertanyaan tentang masalah kabut asap Riau, namun tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan atau menunjukkan perhatiannya pada isu lingkungan, bahkan cenderung memanfaatkan isu yang ada untuk menyerang calon dari partai yang berkuasa ssehingga seolah asalkan bukan partainya yang bertanggung jawab. Atau ada juga jawaban yang cenderung menyalahkan rakyat peladang karena melakukan sistem cocok tanam berpindah dengan membakar hutan. Entah jawaban ini berdasar informasi yang faktual atau hanya asumsi, namun tidak ada respon yang menunjukkan kemauan dan visi dari mereka yang akan memegang kekuasaan untuk mempergunakan kekuasaan itu dalam menjaga lingkungan hidup.
Kebakaran hutan yang dari tahun ke tahun terus terjadi, dampaknya meluas dan semakin parah ini bukan masalah sederhana yang hanya disebabkan rakyat yang membuka lahan dalam skala kecil dengan membakar hutan, namun perusahaan berskala besar dengan wilayah usaha yang luas juga terlibat di dalamnya yang dikenal dengan mafia perusak hutan. Menjadi masalah yang tidak sederhana bila berbagai kepentingan juga terlibat dalam masalah ini. Isu perusakan lingkungan sudah menjadi masalah sistemik yang perlu penyelesaian dengan program dan upaya nyata dari mereka yang memiliki otoritas dan kakuasaan. Kenyataan yang menyedihkan bila pemimpin yang kita harapkan menjadi yang terdepan dalam melakukan pencegahan perusakan hutan justru memiliki andil untuk melanggengkan usaha oknum perusak hutan. Dan ini bisa menyebabkan rakyat kehilangan harapan dan kepercayaan pada pemimpinnya, sehingga efek sosial sebagai respon atas musibah yang terjadi bisa timbul.Kebakaran hutan hanyalah salah satu isu lingkungan yang sedang berlangsung dan dirasakan saat ini, namun sebetulnya banyak isu lain yang perlu menjadi perhatian kita semua. Seperti masalah perusakan terumbu karang, sering tidak disadari bahwa menjaga kelestarian terumbu karang juga merupakan upaya pelestarian komoditas hasil laut di mana banyak masyarakat Indonesia secara ekonomi juga tergantung padanya. Atau masalah pembangunan yang tidak memperhatikan lingkungan seperti di Jakarta, yang mengakibatkan langkanya sumber air dan terjadi banjir di musim hujan. Dan banyak lagi permasalahan terkait lingkungan yang beragam di berbagai daerah.Karena itulah sejak awal seharusnya masyarakat mulai sadar pentingnya upaya penjagaan lingkungan hidup baik yang bisa dilakukan sendiri ataupun yang harus dilakukan oleh penguasa yang berdaulat. Sudah saatnya masalah lingkungan hidup menjadi tuntutan dalam program yang harus diusung oleh para calon pemimpin daerah dalam Pilkada serentak nanti. Selama ini masalah yang lebih menarik adalah isu ekonomi atau politik, karena dianggap langsung berimbas pada kesejahteraan rakyat. Namun dengan adanya bencana seperti kebakaran hutan saat ini, seharusnya rakyat sudah mulai peduli dan sadar bahwa masalah lingkungan juga akan berimbas langsung terhadap kondisi perekonomian dan merupakan faktor eksternal yang dapat menunjang kelangsungan bisnis perusahaan. Kepala daerah diharapkan menjadi pemimpin yang paling dekat, dapat melihat langsung, dan merasa memiliki lingkungan yang ada di daerahnya sehingga dapat menjaganya dengan sepenuh hati.
x

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MM UGM Jakarta

Tanjung Keluang

Taman Nasional Tanjung Puting