Jebakan yang bernama Zona Nyaman 2

Salah satu hal yang bisa meningkatkan value saat kita masih menjadi karyawan sebetulnya adalah dengan mengasah hobi, bakat atau passion kita. Follow your passion ini sesuatu yang sering dipopulerkan oleh coach atau motivator muda Rene Suhardono. Buat yang mau baca, ada bukunya yang berjudul "Your Job is not Your Career".

follow your passion
Dalam buku ini dituliskan bahwa; Pekerjaan (job) itu milik perusahaan (atau siapapun tempat kita bekerja). Pekerjaan harus sejalan dengan tujuan perusahaan, job description, job environment, dan kompensasi. Sementara Karir (career) adalah tentang passion, values, dan tujuan hidup seseorang, kepuasan, dan kebahagiaan. Idealnya tentu, pekerjaan seharusnya sesuai dengan karir atau passion, tapi ini jarang terjadi. Untuk alasan uang, prestise atu gengsi, dll, kita sering mengorbankan pekerjaan atau hobi yang kita sukai, nilai yang kita anut, tujuan hidup kita, atau bahkan kepuasan dan kebahagiaan kita.



Salah satu passion yang bisa bernilai produktif seperti yang yang saya tekuni adalah crafting dan jahit-menjahit. Menyulam, membuat bros, membuat hiasan flanel, menjahit patchwork dan membuat baju adalah awalnya hobi yang berkembang menjadi usaha kecil-kecilan saya saat ini. Memang nilai omzetnya tidak seberapa bila dibanding gaji. Tapi kepuasan saat menjalaninya rasanya...luarr biasa. Memang itulah passion. Saat kita mengerjakan sampai lelah, kepala serasa di kaki sampai tengah malampun, rasanya bahagia dan tidak ada bosannya. Tapi untuk menyelesaikan tugas kantor rasanya pingin segera jam lima atau segera hari Jumat.

Saat dulu menekuni hobi seperti menyulam, ada dua kutub yang memberikan komentar, satu memberikan apresiasi dan ingin ikut belajar, satu berkomentar agak miring. Tapi saya rasa lebih banyak yang komentar positif dan menjadikan inspirasi untuk ikut belajar. Tapi yang berkomentar negatif seperti bilang "kok sempet siih, kurang kerjaan ya" setelah saya tahu memang adalah termasuk golongan penikmat comfort zone tingkat tinggi yang berpotensi terjebak di dalamnya. Ada juga yang saat diajak ikutan belajar di acara "kursus ketrampilan bunga akrilik" yang diadakan di kantor sebagai acara selingan saat itu gak mau ikut karena alasan; "aku gak telaten", "aku mending tidur aja", "aku gak bakat". Setelah ditanya...sudah pernah mencoba ketrampilan ini belum?...semua menjawab "Belum!" Padahal kalau sudah jadi prakarya dan melihat hasil cantiknya mereka juga suka.

Kadang saya perhatikan memang ada rasa enggan belajar skill ketrampilan seperti ini karena beranggapan, it's old fashioned, kayak nenek-nenek, gak keren, gak cerdas. Humm, apa mereka gak pernah tahu ya kalau kerjainan tangan seperti menjahit, merajut, menyulam itu juga masih ditekuni wanita-wanita kalangan bangsawan di Eropa? Atau ada juga yang bilang "itu ketrampilan keibuan, aku kan orangnya tomboy", padahal penjahit kelas butik dan taylor kan kebanyakan pria. Sementara kalau ditanya hobi tomboy apa yang dia tekuni? gak ada juga. Jadi seharusnya kalau tidak suka tidak perlu mendeskreditkan mereka yang menekuni passion nya, bahkan seharusnya pergi jauh saja agar tidak memberi pengaruh negatif.

Bagi karyawan, zona nyaman ini juga bisa menjadi sikap yang bisa merugikan perusahaan. Karyawan yang menjadikan "status karyawannya" sebagai tulang punggung penghidupannya bahkan tidak memikirkan apa yang sudah dikontribusikan pada perusahaan. Baginya yang penting adalah masuk kantor, kerja sesuai standardnya sendiri, dan menanyakan kapan ada bonus serta menunggu saatnya promosi. Bila bonus dan promosi tak kunjung datang...maka yang muncul hanya demotivasi dan mulai mencari-cari kesalahan orang.

Seorang pengusaha Amerika, Brian Moran, menulis tentang bagaimana kita bisa memotivasi diri untuk keluar dari comfort zone dalam artikel "How to break free from your comfort zone".
Hal menarik yang ditulisnya dan akan membuat kita mengangguk mengakui adalah...
"No matter how great the prize is on the other side, most people are too lazy, too comfortable, or too afraid to go after it. Even worse, if their own comfort zone was on fire or causing them tremendous pain, they would rather deal with it than leave what is familiar to them."

Satu tips lagi bila ingin keluar dari comfort zone, cari komunitas, bacaan, pengetahuan yang bisa membuat kita tidak terlena di dalamnya. Karena pengaruh orang di sekeliling kita sangat besar dalam sikap dan langkah kita.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MM UGM Jakarta

Tanjung Keluang

Taman Nasional Tanjung Puting